Senin, 13 Juni 2011

cerita waktu nyasar di MAN..hoho_^

CABUT

Hari itu, di pagi nan cerah ceria kurasakan hatiku bergejolak tak terkira menerima kenyataan bahwa aku bukanlah murid yang pintar yang dapat diterima di SMA itu. Sungguh suatu kesedihan dan kekecewaan tersediri bagiku kala itu.
Dengan hanya bermodal nilai UN (ujian nasional) SMP 23,40 (dari 3 Mapel). Aku mendaftar di SMAN 2. Sekolah itu termasuk favorit setelah SMAN 1 tentunya. SMAN 2 menetapkan nilai minimal 25,50 untuk bisa masuk di sekolah itu. Namun aku, dengan nekadnya mendaftar disana (seperti halnya kakakku yang dulu memang sekolah disana). Apa boleh buat, aku memang tak beruntung. Akhirnya, dihari terakhir pendaftaran, aku mendapati diriku tak lolos masuk ke sekolah itu.
Maka esok paginya aku bersama mamaku pergi ke SMAN 2 untuk mengambil ijazah beserta berkas-berkas lainnya. Akhirnya aku hengkang dari tempat itu, kemudian cabut menuju sekolah lain. Tentu untuk melanjutkan sekolahku.
Sebenarnya, aku ingin langsung cabut ke SMAN 1 lain di daerah Kutowinangun. Tapi, aku pikir-pikir itu terlalu jauh lokasinya dan juga sudah tak ada waktu lagi. Pendaftaran siswa SLTA sudah tutup hari kemarin. Apa boleh buat, aku mengambil alternatife lain yang memang sudah aku pikirkan sebelumnya.
“Ma, langsung cabut ke MAN 1 aja deh. Bodo amat lah, daripada ke Batik atau PGRI? Aku juga nggak minat masuk SMEA apalagi STM!!” ucapku kepada mama yang rada manyun mukanya setelah penolakkan yang terjadi di ruang kepala sekolah SMAN 2 barusan. Sungguh memalukan. Untuk apa membujuk-bujuk kepala SMA yang sebenarnya aku benci ini? Merendahkan harga diri saja. Iya kalau aku ini punya potensi lain? Atau orangtuaku yang mampu menyogok kepala sekolah sialan itu. Uhhhhh… benar-benar ingin rasanya aku melempari SMA yang membuatku menjadi manusia bodoh yang tak dihargai, dengan ribuan batu kerikil atau bom molotov berkali-kali. Hingga sekolah itu rusak porak-poranda. Hehehe….
Memang sudah niatku. Kalau sampai aku tidak diterima di SMAN 2 itu. Alternatifnya adalah aku ingin melanjutkan ke MAN saja. Tak ada bedanya, SMAN dengan MAN sama saja. Hanya yang membedakan adalah SMAN itu umum dan juga hanya membahas pelajaran-pelajaran yang umum saja, sedangkan MAN itu adalah sebuah singkatan dari MADRASAH ALIYAH NEGERI, jelaslah ia setara dan sederajat dengan SMAN manapun. MAN mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu sekolah yang tidak hanya mempelajari pelajaran-pelajaran umum saja melainkan melengkapinya dengan pelajaran agama (NU tentunya, berbeda dengan Muhammadiyah) yang lebih mendetail, berupa materi agama yang terdiri dari empat poin yaitu pelajaran Al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqih, dan Bahasa Arab. Hebat bukan sekolahku ini. Dan yang lebih membuatku tertarik mengambil keputusan untuk sekolah disitu, jelas karena aku melihat dengan saksama kata-kata NEGERI. Yah, NEGERI!! Jadi, meskipun bukan menjadi siswa SMAN, tetap saja aku bangga karena aku sekolah di sekolah negeri (milik pemerintah) dan jelas pula bahwa sekolah negeri itu lebih hebat daripada sekolah SWASTA. Setidaknya, itu kataku.
Motorku melaju kencang meninggalkan gerbang SMAN 2 yang aku benci sekarang. Tak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke MAN 1. Karena memang jaraknya tak terlalu jauh dari SMAN 2, berkisar antara ±2 km saja.
Siang itu, masih banyak anak-anak berseragam SMP/MTs yang hilir mudik bersama orangtua atau walinya. Disaat semua SMA sudah menutup pendaftaran siswa baru, hanya MAN lah yang mempunyai tenggat waktu pendaftran paling lama (entah disengaja atau tidak-kebijakan sekolah), memang begitulah. Tapi tak apa, kalau tidak begitu, aku harus kemana?
Sampai di gerbang. Tepatnya setelah masuk melewati gerbang, yang disana aku bertemu dan bertanya kepada satpam penjaga-yang beberapa waktu kemudian , kutahu bahwa namanya adalah pak Harun- kemana aku harus mendaftar.
“Oh ya, masuk saja mba. Lewat sana.” Satpam itu-pak Harun- menunjuk ke sebuah pintu masuk.
Aku dan ibuku masuk ke wilayah Madrasah itu. Tak lama berjalan kulihat dua ruangan kelas yang diatas pintunya terpampang sebuah kalimat “Ruang Pendafttaran” dan “Ruang Tes Wawancara”, ceileee… ada-ada saja memang MAN ini. Setelah selesai diruang pendaftran, yang disana aku harus mengisi formulir-formulir dan menyerahkan ijazah beserta foto copyan berkas lain : STTB, akta kelahiran dll. Aku pun masuk pada tahap tes wawancara. Tak lama menunggu aku masuk ruangan yang mendebarkan itu. Ampun deh, aku benar-benar gugup dan tak menyangka.
“Eva Aryandin.” Aduh aku sudah dipanggil, meski gugup dan takut, aku maju dengan sedikit gemetaran dan pikiran melayang entah kemana.
“Eva Aryandin. Dari SMPN 3 KEBUMEN?”
“I… iya… pak.”
“Kamu siap diterima sebagai murid MAN disini?”
“Insya… insya Alloh siap pak.”
“Siap menutup aurat? Memakai seragam tertutup dan memakai jilbab?”
“Iya pak… insya Alloh saya siap!”
“Baiklah kalau begitu….” Kata seorang guru MAN itu yang ternyata bernama SUTARDI, aku baca dari bet nama yang terpasang di pakaiannya,” coba sekarang kamu baca al-qur’an. Dari Al Fatihah sampai Al Baqarah…” katanya menyuruhku.
Busyeeet… mimpi apa aku semalam? Disuruh baca al-qur’an??? Benar-benar mimpi buruk!! Kenapa?!! Sebabnya sudah dari 2 tahun yang lalu aku berhenti membaca al-qur’an… mati aku!!
“A’udzubillah himinash syaitonirrojim, bismillah hirrohmannirrohim….” Akhirnya aku baca juga, meski terbata-bata. Namun cukup jelaslah ucapanku dan tak ada kesalahan berarti yang menandakan bahwa aku tidak sering nderes alias mengaji.
Surat Al Baqarah tak sampai rampung aku baca, sudah disuruh berhenti sampai ayat ke 15. Setelah itu aku disuruh menulis arab. Alamaaak… apa maning tho iki???apalagi ini???
“Nah sekarang coba kamu tulis surat Al Fatihah tadi dengan tulisan arab.”
“Maaf pak, kalau surat, terus terang saya belum bisa…” ucapku pelan.
“Baik, kalau begitu tulis saja bacaan ta’awud sesuai yang kamu bisa.”
Syukurlah… meski tak terlalu bagus dan indah-bahkan buruk sekali- aku selesai menulisnya sebisaku. Hehehe… aku lega, karena setelah itu aku dinyatakan telah diterima di Madrasah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar